Budiyanti, S.Pd
CGP Angkatan 4 Kabupaten Wonogiri
Budaya positif di Sekolah ialah nilai-nilai,keyakinan-keyakinan,dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis,penuh hormat dan bertanggung jawab.Dalam mewujudkan budaya positif ini,guru memegang peranan sentral. Guru perlu memahami posisi apa yang tepat untuk mewujudkan budaya positif baik dilingkungan kelas maupun sekolah.Selain itu,pemahaman akan disiplin positif juga diperlukan karena sebagai pamong,guru diharapkan dapat menuntun murid untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Keberadaan budaya sekolah di dalam sebuah sekolah merupakan urat nadi dari segala aktifitas yang dijalankan warga sekolah mulai dari kepala sekolah,guru,siswa dan orang tua. Budaya sekolah yang didesain secara terstruktur, sistematis dan tepat sesuai dengan kondisi sosial sekolah pada gilirannya bisa memberi kontribusi yang positif bagi peningkatan kualitas sumber daya seluruh komunitas sekolah dalam menuju sekolah unggul.
Upaya dalam membangun budaya positif di Sekolah yang berpihak pada murid diawali dengan membentuk lingkungan kelas yang mendukung terciptanya budaya positif,yaitu dengan menyusun kesepakatan kelas. Kesepakatan kelas yang efektif dapat membantu dalam pembentukan budaya disiplin positif di kelas.Hal ini juga dapat membantu proses belajar mengajar yang lebih mudah dan tidak menekan. Sering kali permasalahan dengan murid berkaitan dengan komunikasi antara murid dengan guru,terutama ketika murid melanggar suatu aturan dengan alasan tidak mengetahui adanya aturan tersebut.
Kesepakatan kelas berisi beberapa aturan untuk membantu guru dan murid bekerja bersama membentuk kegiatan belajar mengajar yang efektif. Kesepakatan kelas tidak hanya berisi harapan guru terhadap murid, tapi juga harapan murid terhadap guru. Kesepakatan disusun dan dikembangkan bersama-sama antara guru dan murid.Kesepakatan yang disusun sebaiknya mudah dipahami dan dapat langsung dilakukan. Oleh karena itu,dalam kesepakatan kelas gunakan kalimat positif sebab lebih mudah dipahami murid dibandingkan kalimat negatif .
Realita pelaksanaan disiplin positif di sekolah tidaklah mudah dan tidak mustahil untuk diupayakan sebaik-baiknya dengan memahami adanya posisi kontrol seorang guru dan kebutuhan dasar manusia. Setiap tindakan yanag dilakukan tidak terlepas termasuk tindakan baik atau kurang baik didasari adanya motivasi dan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Ada 3 motivasi perilaku dalam pelaksanaan disiplin positif yaitu 1) menghindari ketidaknyamanan atau hukuman, 2) mendapatkan imbalan dan penghargaan orang lain dan #) menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Sedangkan posisi kontrol dapat dibedakan menjadi 5 yaitu penghukum, pembuat orang bersalah, teman, pemantau dan manager. Yang diharapkan adalah motivasi yang ketiga yaitu menjadadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang dipercayai.
Ketika ada murid yang melanggar disiplin positif, tidak sesuai dengan keyakinan sekolah sebagai seorang manager. Seorang manager menjalankan peran sebagai seorang coach bagi muridnya untuk mengetahui sebab atau alasan murid melanggarnya, memberi kesempatan murid agar menyadari dan memperbaiki kesalahannya, memperkuat keyakinan dalam dirinya agar menjadi pribadi yang bertanggung jawab.
Dalam menjalankan posisi kontrol seorang guru dapat mengidentifikasi memahami kebutuhan dasar yang belum terpenuhi sehingga mereka melakukan tindakan yang salah. Kebutuhan dasar manusia diantaranya kebutuhan untuk dapat bertahan hidup, cinta dan kasih sayang, kesenangan, kekuasaan dan kebebasan. Yang menjadi tantangan bagi guru adalah upaya meujudkan pembelajaran yang aman, nyaman dan menyenangkan. Untuk itu diperlukan srategi yang tepat yaitu melibatkan peran aktif murid yang memiliki potensi, bakat dan minat yang beranekaragam. Untuk dapat memenuhi kebutuhan murid dengan berbagai keragaman karakteristik diperlukan pedoman untuk menccapai tujuan bersama maka perlu pembentukan kesepakatan kelas.
Dalam menyusun kesepakatan kelas yaitu: 1) curah pendapat murid tentang harapan yang diidamkan, 2) guru memberi kesempatan murid untuk berdiskusi dan 3) terbentuk suatu kesepakatan kelas. Kesepakatan kelas yang terbentukdapat dibuat poster atau dituliskan dalam kertas plano yang dapat ditempelkan di ruang kelas masing-masing. Diharapkan dengan kesepakatan kelas dapat mewujudkan pembelajaran yang aman, nyaman dan menyenangkan (wellbeing).
Budaya Positif dalam mewujudkan pembelajaran yang berpihak kepada murid agar terbentuk Profil pelajar Pancasila dapat dimulai dari lingkup kelas yaitu dengan pembentukan disiplin positif sebelum pembelajaran dan pembentukan kesepakatan kelas. Linimasa tindakan yang dilakukan dalam aksi nyata yaitu sebelum jam pelajaran di era pandemi covid 19 pada pertemuan Tatap Muka (PTM) terbatas diantaranya (1) membudayakan tidak datang terlambat datang ke sekolah, (2) Membiasakan diri untuk tetap menjaga protokol kesehatan, (3) Menyambut kedatangan murid. Setelah berada di dalam kelas membangun disiplin positif melalui pembuatan kesepakatan kelas, berdiskusi dan berbaggi praktek baik dengan rekan sejawat tentang budaaya positif.
Hal di atas dilakukan karena sangat mendukung dalam upaya membangun kedisiplinan positif dan menciptakan lingkungan positif serta menjadi kebiasaan yang tertanam pada diri murid yang lambat laun akan menjadi budaya positif di lingkungan sekolah dan dalam proses pembelajaran di kelas.
Refleksi dari kegiatan penerapan budaya positif di kelas yaitu masih kurangnya kesadaran murid saat melaksanakan kesepakatan kelas pada saat gurunya berbeda. Sehingga ada rencana perbaikan untuk ke depannya Kesepakatan kelas yang terbentuk dapat digunakan pada awal semester. Kesepakatan kelas yang akan datang dapat dilakukan dengan kolaborasi dengan guru mapel lain dan juga wali kelas sehingga lebih menyasar dan dapat digunakan secara umum.